Kerana Mantera

Tok…. Tok….tok…tok…tok.. “ terdengar suara kentongan bakso yang dipukul dengan nada khas. Panjang sekali, pendek tiga kali dan diakhiri ketukan panjang satu kali. Semua orang di desa itu sudah hafal bunyi kentongan bakso seperti itu.

“Fit.. itu.. Bang Pajang sudah datang, katanya mau beli bakso..” kata seorang wanita muda pada temannya yang juga masih muda. Gadis yang disapa “Fit’ tadi melongokkan kepalanya , nama lengkapnya Nurfitriana. Sering disapa dengan sebutan Fitri. Usianya baru menginjak 20 tahun. Wajahnya cantik sekali dengan kulit putih bersih, wajahnya bulat dengan hidung mancung bermata hitam bening berkilat-kilat. Orang akan menyangka Fitri adalah seorang bintang sinetron kalau belum tahu. Rambutnya hitam legam sepunggung, dibiarkannya selalu tergerai, senantiasa melompat ke kiri dan ke kanan jika Fitri berjalan. Tidak heran kalau Fitri berada di dekat temannya, dia akan menjadi sangat menonjol, apalagi dengan temannya yang sekarang bersamanya, sangat jauh bedanya. Yang satu putih, yang satu agak hitam, yang satu cantik, yang satu tidak menarik. Untungnya Fitri bukan tipe gadis yang sombong dan pilih-pilih teman, mungkin itu yang membuatnya disukai di antara teman-temannya.

“Mana sih?” Fitri melongok ke arah suara kentongan. Dia berlari kecil ke luar pagar Asramanya. Fitri memang tinggal di Asrama. Sekolahnya mengharuskan itu. Kebetulan Fitri sekolah di Sekolah Perawat Kesehatan di Tasikmalaya. Orang paling senang melihat Fitri memakai seragam perawatnya yang serba putih, itu membuat tubuhnya jadi terlihat makin putih.

“Itu, di ujung jalan,” temannya yang menyusul di belakang menjawab sambil menunjuk. Sebuah gerobak bakso kecil berwarna biru kusam berjalan mendekat dari arah ujung jalan dan makin-lama makin mendekat. Tukang baksonya bernama Pajang, orangnya sudah berumur sekitar 40 sampai 50 an, rambutnya sudah memutih sebagian, sementara kumis dan janggutnya yang juga memutih terlihat tidak terawat, kalau saja dia tidak berdagang bakso, orang mungkin akan mengira dia orang gila kerena suka tersenyum-senyum sendiri.
“Eh, Non Fitri,” Pajang mengembangkan senyumnya saat bertemu dengan Fitri, sebaris gigi kuning kehitaman terlihat berbaris di balik bibirnya yang tebal, wajahnya yang kotor tidak terawat berusaha tersenyum, tapi yang ada justru sebuah seringai mengerikan.
“Eh.. iya Bang..” Fitri berusaha ramah dan membalas senyum Pajang.
“Yang biasa Non?” tanya Pajang dengan nada aneh, seperti ramah yang dipaksakan. Dengan gerakan terburu-buru Pajang menyiapkan Bakso yang dipesan.
“Kok nggak kuliah Non?” tanya Pajang di tengah kesibukannya. “Memang lagi libur ya?”
“Eh..” Fitri terkaget sesaat. Dalam pikirannya dari mana Pajang tahu kesibukannya. “Iya Bang, lagi libur. Besok baru masuk lagi.”
“Biasanya Non kalau libur kan jalan-jalan, sama siapa.. yang sering ke sini pakai motor RX King itu..?” Pajang bertanya lagi. Fitri teringat ke Ivan, pemuda yang sering mengunjunginya, meskipun bukan pacarnya, tapi Fitri memang suka pada Ivan.
“Memangnya Abang kenal dia?” tanya Fitri sambil tersenyum.
“Ya.. dia kan juga sering beli bakso saya Non..” Pajang menjawab canggung.

Kemudian menyerahkan semanguk bakso yang mengepulkan uap panas ke tangan Fitri, tanpa sengaja, tangannya menyentuh tangan Fitri yang halus. Sesaat entah kenapa badan Pajang meremang, dia belum pernah merasakan kelembutan tangan gadis secantik Fitri. Kaget kerana ada yang meraba tangannya, secara refleks Fitri menarik tangannya membuat pegangannya pada mangkuk bakso goyah, sebagian kuah bakso yang panas tumpah menyiram tangan Pajang, membuatnya meringis kesakitan sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

“Aduh, maaf Bang, sa.. saya tidak sengaja..” Fitri gugup setengah mati, kekagetannya saat tangannya diraba oleh Pajang sekarang berubah menjadi kepanikan kecil. Dengan spontan karena naluri sebagai perawat, Fitri langsung menyerahkan mangkuk baksonya pada temannya, dia lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku bajunya, dengan cekatan Fitri mengelap tangan Pajang yang tersiram kuah panas.
“Nggak apa-apa..” kata Fitri, rasa paniknya berkurang dengan sendirinya melihat tangan Pajang tidak terluka atau melepuh. Semula Fitri takut Pajang akan marah, tapi ternyata tidak, Pajang hanya diam saja, bahkan tidak berkata apa-apa sampai Fitri selesai makan bakso.

Bagi Fitri, kejadian itu dengan mudah bisa dilupakannya, tapi tidak bagi Pajang. Kejadian itu sangat membekas di hatinya. Selama berhari-hari wajah Fitri selalu berada di dalam pikiran Pajang, seolah menari-nari di depan matanya. Dan perlahan-lahan segala pikiran itu berkembang menjadi sebuah perasaan aneh dalam diri Pajang. Perasaan yang menyimpang yang membuatnya ingin memiliki Fitri. Dan perasaan itu berkembang bagaikan makhluk buas yang mencabik-cabik dirinya dari dalam, membuatnya lupa pada keadaan dirinya, membuatnya lupa pada istri dan empat anaknya yang ditinggal di kota asalnya. Dan bila sudah tidak bisa lagi menahan hasratnya pada Fitri, dia melampiaskannya dengan beronani sambil membayangkan dirinya sedang menyetubuhi Fitri. Tapi Pajang selalu bersikap biasa jika bertemu dengan Fitri, dan Fitripun selalu bersikap ramah padanya. Hal ini yang membuat keinginan Pajang untuk memiliki Fitri makin kuat. Pajang sudah salah mengartikan keramahan dan kebaikan Fitri.

Keinginan menyimpang dari dalam diri Pajang itu membuatnya malu setiap kali bertemu Fitri, bagaimanapun dia sadar dirinya terlalu jauh jika dibandingkan dengan Fitri. Fitri seorang gadis yang sangat cantik dan masih sangat belia, sementara dirinya sudah tua dan berwajah jelek. Tapi keinginan itu sangat kuat menyerang dirinya, cukup kuat untuk mendesaknya melakukan perbuatan terkutuk, dia berusaha mengguna-gunai Fitri. Dan didorong oleh keinginan yang menggebu-gebu itulah maka Pajang memberanikan diri pergi menemui dukun yang selama ini dia percayai. Pajang memang sering berkunjung ke dukun itu, terutama jika berhubungan dengan penglarisan dagangan baksonya.

Rumah dukun itu terpencil di pinggiran kota, dikelilingi oleh hutan yang cukup lebat. Butuh waktu satu jam jalan kaki jika ingin bertemu dukun itu karena rumahnya tidak bisa dijangkau oleh kendaraan. Rumah itu sendiri tidak seberapa besar, bahkan bisa dibilang kecil. Sebuah rumah kayu berkesan kumuh dan hampir rusak. Kayu-kayunya sudah usang dan dimakan rayap, semantara sebagian gentingnya juga sudah pecah, ditambal oleh potongan asbes gelombang. Begitu masuk ke rumah itu, perasaan yang muncul adalah keseraman yang luar biasa. Dinding rumah yang tidak seberapa itu dipenuhi oleh tengkorak-tengkorak binatang, bahkan Pajang melihat ada beberapa tengkorak manusia terselip di sela-selanya. Keseraman makin terasa saat masuk ke ruangan dukun yang didominasi warna hitam. Ruangan tanpa jendela itu dipenuhi asap kemenyan yang membuat siapapun yang masih waras akan mabuk mencium baunya. Pajang melihat dukun itu duduk menghadapi sebuah meja pendek yang dipenuhi oleh sesaji, dupa dan benda-benda logam yang kemungkinan adalah jimat sementara di dinding sebelah kanan dan kirinya terdapat rak-rak kayu berisi puluhan kuali dan botol botol porselen yang ditutup kain berwarna merah.

“Kembali lagi rupanya,” dukun itu berujar dengan suara berat. Dia memakai semacam jubah berwarna hitam yang terkesan kedodoran. Rambutnya gondrong menjela-jela di antara bahunya. Kumis dan jenggotnya yang sebagian sudah memutih dibiarkan memanjang dan tidak terawat. Matanya nanar menatap Pajang yang berlutut ketakutan, bagian bawah matanya yang mengantung dan keriput berkedut-kedut saat menatap Pajang. Wajahnya yang tua terkesan seram ditimpa nyala lampu minyak di dekatnya, satu-satunya penerangan yang ada di situ.

“I.. iya.. Mbah..” Pajang menjawab gemetar, badannya seolah menciut seukuran botol saat mata si dukun menatapnya dengan tajam.
“Ini bukan urusan jualanmu kan?” si dukun menebak jitu, membuat Pajang mengangguk penuh takzim,mengagumi kehebatannya.
“Urusan apa? Apa kamu tidak malu datang ke sini lagi? Yang dulu saja kamu belum bisa membayar, kan?” si dukun bertanya ketus. Pajang merasa mengerut lagi. Urusan penglarisannya yang dulu memang belum dia bayar karena tidak mampu, tapi kali ini Pajang sudah merencanakan sesuatu.
“Saya pasti akan bayar Mbah..” Pajang terbata-bata. “Tapi saya tidak membayar dengan uang.”
“Lalu dengan apa?” suara si dukun menggedor jantung Pajang, membuatnya pucat ketakutan. Pajang merogoh saku bajunya dengan gemetar dan menyerahkan sesuatu pada si dukun. Si dukun menerima pemberian Pajang lalu diamatinya sebentar.
“Kamu mau membayarku dengan dia?” tanya si dukun, tapi kali ini suaranya melunak. Dikembalikannya pemberian Pajang, Pajang mengamatinya sejenak. Ternyata itu adalah foto Fitri yang sedang tersenyum manis sekali. Foto itu dicurinya dari dompet Fitri saat tertinggal di gerobaknya.
“Jadi kamu mau mengguna-gunai dia ..?” si dukun menebak lagi. Pajang mengangguk, sekali lagi dengan penuh ketakziman. Si dukun kemudian menanyakan tanggal dan hari kelahiran Fitri, Pajang langsung menyebutnya dengan lancar karena Pajang juga pernah melihat KTP Fitri. Si dukun mengangguk-angguk sesaat, lalu dia mulai merapal mantra-mantra sambil menghitung-hitung sesuatu dengan jari-jari tangannya.
“Sulit Pajang..” si dukun berujar setelah diam beberapa lama. Ajang terlihat kecewa.
“Tapi jika kamu berhasil, maka dia akan menjadi milikmu selamanya.” Si dukun melanjutkan, membuat Pajang kembali lega. “Tapi syaratnya sangat sulit.”
“Saya akan kerjakan Mbah, sesulit apapun akan saya kerjakan.” Pajang berujar mantap.
“Syaratnya, pertama kamu harus puasa mutih tujuh hari tujuh malam tanpa putus dimulai pada hari dan weton kelahirannya, lalu kamu berikan ini padanya.” Si dukun cabul itu memberi Pajang semacam cairan yang dikemas dalam botol kecil berwarna hijau.
“U.. untuk apa Mbah..?” Pajang merasa bingung.
“Itu ramuan pemikat, tolol,” si dukun membentak. “Kamu pikir cukup hanya mantra dan jampi-jampi saja?

Pastikan dia meminum cairan itu dan bukan orang lain, kalau tidak, risikonya kamu tanggung sendiri.”
Pajang mengangguk mengerti. Hatinya terasa lebih riang sehingga seolah dia bisa mengambang satu setengah meter di udara saat berjalan pulang. Otaknya segera penuh dengan rencana. Dan pada satu kesempatan, ketika Fitri membeli bakso darinya Pajang dengan gesit memasukkan cairan ramuan pemikat dari dukun ke dalam mangkuk bakso Fitri, dan dengan harap-harap cemas Pajang melihat bagaimana Fitri dengan lahap menghabiskan baksonya.

Pajangpun melakukan ritual yang diperintahkan si dukun. Dan tepat pada malam yang ditentukan, Pajang mulai melancarkan mantra pengasihan yang didapatnya. Sambil membakar kemenyan, Pajang mulai membayangkan wajah Fitri. Dengan mulut berkomat-kamit dia memanggil nama Fiti sambil terus melancarkan mantra pengasihannya. Di tempat lain, Fitri yang sedang tidur mendadak menjadi gelisah, hawa di sekitarnya seolah bertambah panas mambuat sekujur badannya berkeringat. Nafasnya perlahan-lahan memburu dan terengah-engah. Di dalam tubuhnya seolah meledak sebuah dorongan aneh yang membuat nafsu birahinya meledak, seperti ada binatang buas yang mencabik-cabik tubuhnya dari dalam. Dalam tidurnya, Fitri bermimpi seolah dirinya sedang bercumbu dengan Pajang. Fitri tidak tahan melawan dorongan birahi gaib itu, dia akhirnya melepas semua pakaiannya sehingga dia terbaring telanjang bulat di ranjang.

Fitri lalu mulai meremas-remas payudaranya sedniri dengan ganas sambil merintih-rintih penuh kenikmatan sambil sesekali memencet puting susunya sendiri, tangannya kemudian beralih ke selangkangannya dan mengelus-elus gundukan vaginanya sambil sesekali jari-jarinya mengaduk-aduk liang vaginanya. Persetubuhan gaib antara Fitri dan Pajang berakhir setelah Fitri mengalami orgasme, Fitri mengejang sambil merintih penuh kenikmatan, dari vaginanya mengucur cairan kewanitaan sampai akhirnya tubuhnya kembali melemas dan terbaring terengah-engah di ranjang bersimbah keringat. Di tempat lain Pajangpun merasakan kenikmatan yang sama dan akhirnya berejakulasi dengan menyemprotkan spermanya.

Sejak malam itu, perhatian Fitri terhadap Pajang berubah sama sekali. Fitri mulai terang-terangan memperlihatkan kesukaannya pada Pajang, Fitri bahkan berani menanyakan rumah Pajang dan berjanji akan mengunjunginya. Beberapa malam terakhir Fitri selalu memimpikan hal yang sama yaitu melakukan persetubuhan dengan Pajang. Hal itu yang kemudian membuat Fitri terus-menerus terbayang-bayangi oleh Pajang. Di mata Fitri sekarang Pajang bukan lagi pria tua buruk rupa tapi sudah menjelma bak pangeran dalam dongeng. Di mata Fitri sekarang Pajang adalah seorang pemuda gagah dan tampan yang senantiasa menggoda matanya, pengaruh mantra pengasihan yang diberikan si dukun benar-benar merasuki jiwa Fitri. Sementara Pajang sendiri tiap malam selalu melancarkan mantra pengasihannya pada Fitri untuk melakukan persetubuhan gaibnya dengan Fitri, Pajangpun selalu menunggu kapan dirinya bisa benar-benar menikmati tubuh Fitri. Dan akhirnya saat itupun datang juga.

Sore itu, malam Minggu tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kontrakan Pajang. Dengan tergesa-gesa Pajang membuka pintunya. Betapa kaget dan gembiranya dia ketika melihat bidadari yang selama ini diimpikannya sekarang berdiri di depan pintu rumahnya.

“Eh.. Dik Fitri..” Pajang tersenyum antara gembira dan bingung. Dengan canggung Pajang mempersilakan Fitri masuk. Fitri dengan gerakan canggung mengikuti saja ajakan Pajang. Pajang merasa mendapat kesempatan dan hal ini tidak disia-siakannya. Setelah ganti baju, Pajang mengajaknya ngobrol tentang segala hal yang isa diobrolkan.
“Dik Fitri cantik banget ya hari ini” kata Pajang memuji.
“Ah, Bang Pajang bisa aja,” kata Fitri sambil tersipu malu.
“Eh beneran lho... kamu cantik banget.. kamu mau nggak jadi pacar Abang,” ujar Pajang dengan lugu dan spontan.

Semula Fitri hanya diam mendengar pertanyaan itu, saat itu Pajang mulai melancarkan mantra pengasihannya pada Fitri, dan Fitri akhirnya mengangguk. Melihat hal itu, Pajang bagai mendapat durian runtuh, seketika dia langsung memegang tangan Fitri, Fitri tidak menunjukkan perlawanan apa-apa karena sudah terpengaruh oleh mantra pengasihan Pajang. Lalu karena mendapat angin, Pajang mulai berani mencium bibir Fitri yang merah merekah itu. Dengan gerakna kasar dan rakus, Pajang melumat bibir Fitri penuh nafsu. Perlahan lidah Pajang mulai bergeliat di dalam mulut Fitri. Awalnya Fitri tidak merespon, tapi akhirnya lidahnya pun akhirnya membalas serangan-serangan lidah Pajang di dalam mulutnya secara serasi. Pajang melumat bibir Fitri yang tipis dan merah itu kira-kira hampir 5 menit dengan penuh gairah. Baru pertama kali inilah Pajang merasakan kenikmatan ciuman wanita yang menggairahkan yang tidak pernah didapatnya dari istrinya.
“Dik..., kita pindah aja yuk! jangan disini, nggak leluasa,” kata Pajang seakan-akan dia ingin mengajak Fitri melakukan hal lain selain berciuman.
“Pindah kemana?” kata Fitri.

Kita ke dalam aja,” jawab Pajang sambil menggandeng tangan Fitri. Dia kemudian mengunci pintu kontrakannya dan menggandeng Fitri masuk ke sebelah dalam. Di situ terdapat ranjang rendah berlapis kasur busa usang dengan kain seprai yang sama usangnya. Pikiran Pajang mulai tidak karuan bercampur nafsu ketika melihat Fitri tidak bereaksi apa-apa saat diajak ke dalam kamarnya.

Sesampainya kami di kamar, adegan kami berciuman kembali terulang, tak hanya itu, sewaktu mereka berciuman kedua tangan Pajangpun beraksi terhadap tubuh Fitri, awalnya Pajang hanya meraba tubuhnya, tapi akhirnya Pajang mulai meremas-remas payudara Fitri yang masih terbalut pakaian.
"..Ohh.. Fitri sudah lama aku tidak bergaul dengan wanita secantik dirimu..” Pajang mulai meracau di tengah gejolak seksualnya yang kian menggebu. “seandainya kau bersedia, ingin rasanya aku menyetubuhimu... akan kuberikan kepuasan yang kau dambakan.."

Fitri yang sudah dirasuki matra pengasihan hanya bisa mengangguk pasrah, apalagi Pajang juga dengan buas terus-menerus menciumi dan mencumbui Fitri membuat dorongan birahi dalam diri Fitri ikut meledak, nafsu birahinya semakin menjadi jadi. Vaginanya berdenyut-denyut menahan dorongan seksualnya yang menggebu. Satu-satunya keinginannya sekarang adalah bagaimana bisa memuaskan hasrat seksualnya. Tanpa sadar Fitri mulai melepaskan bajunya satu-persatu bahkan sekaligus melepaskan BH dan celana dalamnya tanpa diminta.

Dengan tubuh bugil putih mulus sungguh sangat sexy Fitri menaiki tempat tidur sambil mengangkat pantatnya yang sexy buah dadanya yang membusung ikut bergoyang, lalu dengan perlahan ia membuka kedua pahanya sehingga kelihatan vaginanya yang juga membusung, bibirnya terbelah merekah kemerah-merahan diantara bulu bulu kemaluannya yang halus dan sudah kelihatan basah berair. Pajang meneguk ludah mengagumi keindahan dan kemulusan tubuh Fitri yang begitu putih bak pualam. Tanpa pikir panjang lagi Pajang juga membuka pakaiannya sampai bugil. Perlahan Pajang mulai meremas kedua belah payudara Fitri yang terasa begitu lembut di tangannya. Fitri mengejang pelan saat payudaranya disentuh pria untuk pertama kali. Nafsu seksualnya langsung meledak dahsyat. Pajang memicingkan sebelah matanya benar benar tak percaya apa yang dilihatnya, lekuk lekuk tubuh Fitri yang begitu sempurna telanjang bulat bulat terpampang dihadapannya lalu dengan kata kata bergetar ia meneruskan celotehannya

"..Ohh akhirnya kau datang Sayangku.. pahamu sungguh mulus.." Pajang menaruh kedua tangannya di paha Fitri sambil mengelusnya. Fitri bergetar hebat, sentuhan tangannya kembali menggetarkan birahinya. Fitri terangsang begitu hebat oleh sentuhan tangan Pajang yang mengelus ngelus pangkal pahanya menyentuh pinggiran vaginanya,
".. sshh.. mmhh.. oogghhss..!! Bagaikan diguyur air hangat Fitri mendesah panjang, tubuhnya terasa dialiri jutaan volt, kenikmatan napsu birahinya makin terangsang hebat. Lalu perlahan Pajang mulai menelentangkan tubuh mulus Fitri di atas rangang dan mengatur posisi kaki Fitri mengangkang begitu rupa sehingga vaginanya terkuak. Pajang lalu mendekatkan penisnya ke bibir vagina Fitri lalu mulai menekan kepala penis yang sudah pas berada di posisi mulut lubang vagina itu. Tampak kepala penis Pajang masih agak sulit masuk kedalam lubang vagina Fitri yang walaupun sudah basah dan berair itu karena belum pernah kemasukan penis sekalipun.

Perlahan-lahan Pajang mulai menekan batang penisnya sehingga sedikit demi sedikit berhasil menyusup ke dalam vagina Fitri yang terasa sekali masih sempit walaupun sudah begitu basah.
".. Aaakkhh.. sshh..! sempit sekalii..!!" Pajang menggumam sendiri sambil menggelengkan kepalanya. "..Oohh Fitri sempit sekali vaginamu..”

Pajang sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan, kepala penisnya yang sudah terjepit diantara bibir vaginanya ditambah tubuh Fitri yang begitu menggiurkan mana mungkin ia bisa mempertahankannya. Lalu Pajang membuka matanya sambil memandang mata Fitri dengan penuh pengharapan. Fitri kaget bukan kepalang tubuhnya terasa lemas, rasa malu menyelubungi seluruh pikirannya tidak satupun kata yang bisa meluncur dari mulutnya. Melihat keadaan tidak begitu menunjang Pajang langsung mengambil inisiatif. Pajang langsung mencium bibir Fitri dengan mesra dan tanpa menunggu perintah lagi Pajang mulai menggerakkan pinggulnya meneruskan aktivitasnya yang tadi sempat berhenti. Pajang tersenyum puas lalu dengan sekali sentakan mendorong pantatnya keatas, tampak Fitri agak tersentak dan mengerang ketika batang penisnya menyeruak masuk lebih dalam vaginanya.

Mata Fitri terbeliak dengan mulut terbuka sambil kedua tangannya mencengkeram sprei dengan kuat-kuat. Tak menyangka sedikitpun begitu besar batang kemaluan Pajang menerobos liang vaginanya yang belum siap menerima ukuran sedemikian besar. Tampak bibir vaginanya sampai terkuak lebar seperti terkelupas seakan-akan tidak muat untuk menelan besarnya kemaluannya.

".. Ooukkhhss.. sshh.. sakiit Bang ..! Pelaann.. pelaann.. Bang..!" Fitri menangis antara nikmat dan perih di vaginanya.
".. hhmm.. tempikmu.. niikmaat.. sekalii.. ukkhh.. uukkhh.." Pajang mulai mengeluarkan kata kata vulgar dan terlihat Fitri agak canggung mendengarnya.

Gejolak birahi Pajang begitu menguasai tubuhnya tanpa canggung lagi mulailah ia menaik turunkan pantatnya mencari dan menggali kenikmatan yang ia ingin berikan kepada Fitri untuk pemuasan birahinya, batang penis Pajang masuk menyusup lubang vaginanya tahap demi tahap hingga akhirnya amblas semuanya.
"..aarrgghh..!!" Fitri melenguh panjang, wajahnya merah merona matanya memandang Pajang dengan pandangan sayu penuh arti seperti menahan sesuatu, mungkin menahan rasa sakit atau juga mungkin menahan rasa nikmat yang luar biasa.

Pajang betul betul terpana melihat wajah Fitri yang semakin cantik diliputi ekspresi sensasional itu. Perlahan lahan Pajang mulai aktif bergoyang menarik ulur batang kemaluannya yang besar itu, dinding vagina Fitri yang sudah dilumuri cairan vaginanya mulai terasa licin.Wajah Fitri semakin lepas mengekspresikan rasa sensasinya yang luar biasa yang ia tidak pernah perkirakan sebegitu nikmatnya bercinta dengan Pajang, Tanpa Fitri sadari ia mulai berceloteh diluar kontrol.

"..Ohhss.. sshh.. enaak.. seekalii....!! oougghh..Teruss .. .. teerruuss..!!! Fitri mendesah, merintih dan mengerang sepuas puasnya. Fitri sudah lupa diri bahwa yang menyetubuhi dirinya adalah orang yang tidak sepantasnya menggaulinya, yang ada dibenak Fitri hanyalah letupan birahi yang harus dituntaskan.
Mereka dengan antusiasnya saling berpelukan sambil berciuman. Terdengar suara nafas mereka saling memburu kencang, lidah mereka saling mengait dan saling menyedot, saling bergulingan. Pajang mengambil inisiatif dengan menggenjot pantatnya yang tampak naik turun semakin cepat diantara selangkangan Fitri yang semakin terbuka lebar, Fitripun mengangkat kedua kakinya tinggi tinggi sambil ditekuknya sampai ke kepalanya, pantatnya ikut diangkat memudahkan batang kemaluan Pajang seluruhnya masuk dan menggesek seluruh syaraf syaraf kenikmatan dirongga vaginanya, bagi Pajangpun semakin mudah menyodokkan penisnya yang panjang besar itu keluar masuk sampai kepangkal penisnya sampai menghasilkan suara bedecak-decak seperti suara membecek seiring dengan naik turunnya pantatnya.

Pajang memperhatikan kearah selangkangan Fitri vaginanya mencengkeram penisnya erat sekali, ia tersenyum puas bisa menaklukkan vagina Fitri, yang sudah basah membanjir penuh dengan cairan putih kental sehingga membasahi bulu-bulu kemaluannya itu dan juga batang kemaluannya.

Pajang mendengus-dengus bagai banteng terluka genjotannya makin ganas saja. Mata Pajang terlihat lapar menatap payudara Fitri yang putih montok dikelilingi bulatan pink ditengahnya terlihat putingnya yang sudah begitu mengeras, tanpa menyia nyiakan kesempatan Pajang langsung menyedot puting susu Fitri yang begitu menantang, Tubuh Fitri yang menyender dinding setengah duduk setengah terlentang menggelinjang hebat. payudaranya makin dibusungkan bahkan tubuhnya digerakkan kekiri dan kekanan supaya kedua puting buah dadanya yang sudah gatal itu mendapatkan giliran dari serbuan mulutnya. Desahan penuh birahi langsung terlontar tak tertahankan begitu lidah Pajang yang basah dan kasar menggesek putingnya yang terasa sangat peka itu. Pajang begitu bergairah menjilati dan menghisap buah dada dan putingnya di sela-sela desah dan rintihan Fitri yang sangat menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini,

"..oouugghhss ..oouugghhss.. sshh..” Fitri makin meracau tidak karuan, pikiran Fitri sudah tidak jernih lagi, terombang ambing didalam pusaran kenikmatan, terseret didalam pergumulan sex dengan Pajang, jiwanya serasa seenteng kapas melambung tinggi sekali. Fitri merasakan kenikmatan bagai air bah mengalir ke seluruh tubuhnya mulai dari ujung kakinya sampai keubun ubunnya. Tubuh Fitri akhirnya mengejang sambil memeluk tubuh Pajang erat sekali. Jiwanya terasa berputar putar merasakan semburan kenikmatan yang dahsyat diterjang gelombang orgasme. Pajang terus menggenjot tubuh Fitri yang hanya pasrah dipelukannya mengharapkan gelombang kenikmatan selanjutnya. Lebih dari sejam Pajang menyetubuhi Fitri tanpa henti, Fitri makin lama makin terseret didalam kenikmatan pergumulan seks yang ia belum pernah rasakan. Tubuh Fitri akhirnya melemas lagi dan Pajang yang sudah tidak tahan akhirnya menyemburkan spermanya di dalam rahim Fitri.

Untuk beberapa saat Pajang membiarkan penisnya masih menancap di dalam vagina Fitri mencoba meresapi setiap kenikmatan tubuh putih mulus itu. Ditatapnya wajah Fitri yang sekarang terlihat sendu, ada sebutir air mata mengalir di pipinya. Pajang membiarkan tubuh Fitri yang berada dalam pelukannya untuk beristirahat sejenak. Dilihatnya ada bercak darah bercampur lendir putih di seprainya, Fitri memang benar-benar masih perawan. Hal itu membuat Pajang makn merasa senang karena berhasil memerawani seorang gadis secantik Fitri.

Setelah beristirahat sejenak, Pajang meminta Fitri berbalik sambil menungging, lalu dengan posisi doggy style Pajang kembali membenamkan penisnya ke dalam kemaluan Fitri, kali ini kemaluan Fitri bisa menerima setiap sodokan penis Pajang yang berukuran besar itu. Fitri merasakan liang vaginanya menyempit karena tertekuk oleh perutnya sehingga ia merasakan setiap detail denyutan kenikmatan yang dihasilkan oleh batang penis Pajang yang merasuk ke liang kenikmatannya, secara refleks Fitri meningkatkan sensasi sensual ini dengan memutar mutar pantatnya yang putih sexy itu bahkan ketika Pajang menyodok penisnya yang besar itu, Fitri menyambutnya dengan mendorong keras pantatnya kebelakang sehingga penis Pajang yang besar dan panjang itu masuk ke dalam vaginanya dalam sekali mengaduk-aduk seluruh rongga kenikmatannya
Apa yang terlihat sungguh merupakan pemandangan yang sangat erotis. Seorang wanita yang sangat cantik dan bertubuh mulus dan begitu sexy disetubuhi oleh seorang pria setengahj baya yang berkulit hitam dan buruk rupa. tubuh Fitri yang mulus ramping menungging meliuk liuk, bongkahan pantatnya yang sekal dan mulus bergerak gerak dengan liarnya, kepalanya bergeleng kekiri dan kekanan, sementara buah dadanya yang montok bergoyang erotis sekali ditambah dengan erangan dan desahannya mendayu dayu memenuhi ruangan kamar, Fitri sudah berubah menjadi kuda betina liar dimana Pajang memegang kendali permainan sex ini sepenuhnya.

'Pertempuran' seks berlanjut terus, Pajang menahan erat pinggang Fitri yang ramping supaya tubuh Fitri tidak terjerembab ke depan karena vaginanya digenjot cepat sekali sampai batang penisnya yang besar keluar masuk liang vagina begitu dahsyat tanpa ampun, semakin deras liang vaginanya digenjot keperkasaan penisnya semakin keras erangan Fitri mengumandang dikamar yang dipenuhi hawa napsu birahi kedua insan ini. Tubuh Fitri sampai bergetar hebat, terlihat ia mengejang kuat-kuat pertanda ia sedang mengalami kenikmatan yang maha dahsyat. Fitri benar benar melayang kelangit yang ketujuh didalam pergumulan sexnya dengan pedagang bakso ini.

Pajang sangat puas melihat kepasrahan Fitri, lalu ia merunduk memeluk tubuh Fitri dari belakang tangannya merogoh keselangkangan Fitri, jari jari Pajang memainkan klitoris Fitri dengan memutar mutarnya, sambil menggenjot dengan penisnya yang besar itu. Fitri mengerang dengan liar, tubuhnya yang dalam posisi menungging meliuk meliuk tanpa terkendali, rupanya klitorisnya merupakan alat kelamin yang paling sensitif buat Fitri, lubang vaginanya yang sudah dihajar begitu rupa oleh penis yang berukuran luar biasa itu ditambah clitorisnya ditekan sambil diputar-putar oleh jari Pajang, maka sempurnalah puncak kenikmatan yang ia rasakan, tangan Fitri mencengkeram sprei erat sekali, dahinya berkerut, mulutnya seperti ingin teriak dan mendesah desah tak henti hentinya. Rupanya Fitri sedang dilanda kenikmatan yang amat sangat luar biasaa. posisi tubuhnya yang sedang menungging makin ditunggingkan pantatnya keatas memasrahkan vaginanya dihujam oleh keperkasaannya dengan mengharapkan kedatangan gelombang kenikmatan berikutnya yang merupakan pengalaman pertama buat Fitri untuk mendapatkan multiple orgasme.

AAAAAAHHHHKKKHHHH ....!!" Fitri mengerang histeris diterjang klimaks keduanya yang lebih panjang dan lebih dahsyat dari yang pertama, mukanya merah merona terbakar oleh puncak birahinya wajahnya semakin cantik diliputi ekspresi kenikmatannya tubuhnya mengejang cukup lama selama orgasmenya berlangsung. Fitri benar benar takluk mendapatkan kepuasan yang luar biasa, rasa ketagihan merasuk jiwanya, ingin rasanya melanjutkan persetubuhannya selama-lamanya dengan Pajang karena ia bisa memberikan multiple orgasme yang ia tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Tubuh Fitri sudah tidak bertenaga lagi akhirnya ambruk ditempat tidur berbaring napasnya tersengal sengal, Pajang ikut membaringkan dirinya disamping Fitri. Seharian Pajang mengajari Fitri bagaimana caranya bercinta untuk menggapai kenikmatan. Satu hari penuh Fitri mendapatkan pengalaman luar biasa. Pajang merangsang nafsu birahinya dengan menyetubuhi dirinya berbagai macam posisi, posisi 69 pun tak lupa dipraktekkan dan Fitri menjadi murid yang cepat tanggap. Tidak bisa dihitung berapa kali Fitri mengalami orgasme, yang jelas Fitri begitu menikmati bahkan mungkin begitu ketagihan disetubuhi batang kemaluan yang begitu besar dan perkasa. Dan Pajangpun begitu puas bisa merealisasikan keinginannya menggauli Fitri yang sangat menggairahkannya. Pajang mengalami ejakulasi dengan penuh kenikmatan.

Setelah kejadian hari itu, Pajang selalu berusaha untuk bisa bertindak wajar seolah olah tidak terjadi sesuatu diantara mereka bahkan Pajang tidak terlalu memaksakan keinginannya untuk berhubungan seks kalau situasi tidak memungkinkan. Tetapi lain halnya dengan Fitri, terlihat ia begitu grogi setiap bertemu dengan Pajang terutama jika teman-temannya berada disampingnya, sulit sekali ia menutupi kegelisahannya. Sebagai seorang wanita perasaannya lebih banyak dikendalikan oleh emosinya. Setiapkali menatap Pajang walaupun Pajang berpakaian lengkap tetapi yang terbayang adalah tubuh kekarnya yang bertelanjang bulat dengan batang kemaluannya yang menantang.

Sejak hari itu Fitri tidak bisa lagi menahan keinginannya untuk tidak memadu kasih dengan Pajang. Da ketika libur, ia mencuri-curi waktu dan kesempatan untuk pergi ke tempat Pajang tanpa diketahui oleh teman-temannya. Pajang yang memang sengaja memanggil Fitri dengan mantra pengasihannya langsung menyambut memenuhi keinginan Fitri untuk bercinta. Saling lumat dan saling cumbu. Tangan Pajang meraba dan mengelus daerah sensitif Fitri, hingga pada puncaknya mereka saling jilat dengan posisi 69. Kepala Pajang membenam di selangkangan Fitri, menjilati dan menciumi vagina dan klitoris Fitri. Semantara Fitri juga sibuk mengocok batang kemaluan Pajang sambil mulutnya mengulum kepala batang kemaluannya, awalnya Fitri agak canggung dengan gaya permainan itu tapi Pajang yang berpengalaman membimbing Fitri untuk melakukannya. Fitri mulai terbiasa menerima penis Pajang di mulutnya, perlahan dia mulai meraih penis itu dan mengocoknya pelan. Lalu Fitri memajukan wajahnya, sambil melanjutkan kocokannya dia menyapukan lidahnya pada kepala penis itu.

Pajang mendesah merasakan belaian lidah Fitri pada penisnya serta kehangatan yang diberikan oleh ludah dan mulutnya. Fitri sendiri walaupun merasa tanpa disadari mulai terangsang dan mulai mengulum benda itu dalam mulutnya.

Fitri merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Pajang yang berbulu lebat itu, penis di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya. Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Pajang menekan kepalanya sambil melenguh panjang.

Cairan putih kental itu menyembur deras di dalam mulutnya dan mau tidak mau, Fitri harus menelannya, rasanya yang asin dan kental itu membuatnya hampir muntah sehingga tersedak. Beberapa saat kemudian barulah semprotannya melemah dan berhenti. Fitri langsung terbatuk-batuk begitu Pajang mencabut penis itu dari mulutnya.

Memang Pajang adalah guru yang baik, akhirnya Fitripun terbiasa dan boleh dibilang piawai dalam melakukan oral seks sampai Pajang orgasme, dan spermanya menyembur keluar di wajah Fitri yang cantik. Fitri lalu merebahkan badannya dan terlentang. Pajang sambil mendekati Fitri, dia lalu berbaring di dekat Fitri. Pajang mulai membelai wajahnya dan menciumi pipinya, kumisnya yang kasar seperti duri menusuk-nusuk pipi Fitri yang halus. Pajang lalu menciumi bibir Fitri dengan gerakan lembut berulang-ulang sambil tidak lupa tangannya bergerak ke payudara Fitri yang kenyal dan lembut, payudara yang putih mulus itu dibelai-belai dan diremas dengan lembut, sesekali Pajang mempermainkan puting payudara Fitri yang berwarna pink segar dengan jari-jarinya.

Fitri langsung terhanyut oleh perlakuan itu, gerakan-gerakan Pajang yang sangat berpengalaman membuat pertahanannya sedikit demi sedikit bobol. Perlahan Fitri mulai memberikan respon pada ciuman Pajang, tanpa disadari, Fitri mulai membuka mulutnya dan membiarkan lidah Pajang bermain-main dengan lidahnya, bahkan Fitri mulai ikut memainkan lidahnya sendiri dan membiarkan bibirnya berpagutan dengan bibir Pajang. Sambil terus berciuman, Pajang terus membelai dan meremas-remas payudara Fitri dengan lembut. Lalu Pajang mengarahkan ciumannya ke bagian leher Fitri. Fitri menerima perlakuan itu sambil mendesah pelan.

Pajang terus menciumi sekujur leher Fitri, lalu ciumannya bergerak menelusuri bagian payudara Fitri. Dengan lidahnya, Pajang menjilat-jilat payudara mulus itu dengan lembut, ujung lidahnya sesekali menyapu puting payudara Fitri membuat Fitri makin terangsang. Desahan nafasnya mulai memburu, wajah Fitripun mulai memerah. Fitri seperti berada di lautan kenikmatan yang maha luas dan akhirnya seperti biasanya pula batang kemaluan Pajang yang besar mengaduk liang kenikmatannya. Dan seperti yang didambakan Fitri, Pajang melambungkannya terbang melayang layang diawang awang menggapai puncak kenikmatan yang tertinggi. Gesekan penis di dalam vaginanya memberikan sensasi luar biasa pada sekujur tubuh Fitri membuatnya mengejang dan bergerak liar. Fitri benar-benar menikmati persetubuhan dengan Pajang. Dia membiarkan saja saat Pajang kembali menciumi bibirnya ditengah-tengah persetubuhan.

Bahkan ketika Pajang menghentikan genjotannya, secara tidak sadar Fitri gantian menggerak-gerakkan pantatnya, dan Fitri pun menurut saja ketika Pajang menyuruhnya berganti posisi. Entah sudah berapa posisi yang dipraktekkan mereka. Fitri sendiri sudah mengalami berkali-kali orgasme, dia mendesah-desah menyebut nama Pajang, Sementara penis Pajang terasa semakin berdenyut dan ukurannya pun makin membengkak, dan akhirnya dengan geraman panjang dia menumpahkan spermanya ke dalam rahim Fitri.
Dan hari-hari berikutnya Fitri makin sering berkunjung ke tempat Pajang, kesempatan itupun kembali digunakan Pajang untuk bisa menikmati kenikmatan tubuh Fitri yang memang sangat didambakannya. Fitri sendiri sudah begitu terlena oleh Pajang, selain oleh mantra pengasihan yang dimiliki Pajang juga merasakan kenikmatan yang luar biasa saat Pajang menyetubuhinya. Kini setelah kejadian itu, mereka selalu terlihat sering berdua. Fitri selalu datang ke kontrakan pajang sekedar untuk melepaskan unek-uneknya tentang masalah kampus namun bagi Pajang itulah saat baginya untuk menikmati kehangatan dan kemulusan tubuh Fitri. Pajang pun akhirnya menikmati tubuh Fitri yang merupakan calon perawat itu dengan sembunyi-sembunyi, Fitripun kini telah memutuskan hubungan dengan pacarnya dan ia menerima pajang sebagai calon suaminya.