Saya adalah seorang fotografer yang bekerja di sebuah majalah wanita.
Selama ini saya sering memotret model tapi mereka semua mengenakan
busana lengkap dengan mode terakhir. Sewaktu ribut - ribut soal
pornografi dan pornoaksi beberapa waktu yang lalu di kantor kami juga
terjadi perdebatan seru, saya termasuk yg menganggap biasa saja tentang
soal itu.
Salah seorang teman kantor (sebut saja namanya Sita)
menanyakan pada saya, "...(sorry nama saya harus disensor...) apakah
kamu pernah memotret model bugil?" Terus terang saya belum pernah jadi
saya jawab dengan mantap, "Belum mbak, emang kenapa?" "Aku nggak ngerti
kenapa ya ada orang yang mau dipotret begitu", jawabnya.
Memang
Sita orangnya manis banget, berjilbab dan sudah berkeluarga. Umurnya
baru 27 tahun, punya anak berumur 1 tahun. Dia juga salah satu editor
andalan perusahaan kami. Boleh dibilang dia adalah primadona di kantor
kami. Saya coba iseng-iseng tanya meminta Mbak Sita untuk dipotret tanpa
busana (gila ya...? kalo dia marah ... atau dia mau trus kalo ketahuan
suaminya bisa bubar....!!! Padahal pacar sendiri aja belum pernah difoto
bugil...).
So, saya to the point aja, "Ehm ... Mbak Sita mau
nggak kalo saya potret tanpa busana, tapi ini bukan porno lho, saya buat
yang artistik".
Dan ternyata dia mau, saya sendiri tidak
menyangka jawabannya,"Betul nih, aku mau dong tapi dengan syarat, muka
dan tanda-tanda fisik aku disamarkan atau ketutup. Pokoknya orang lain
nggak boleh tau itu fotoku", ujarnya.
Saya sendiri kaget setengah
mati mendengar jawabannya, tapi udah kepalang basah saya bilang,"Oke,
jadi kapan mbak Sita bisa punya waktu....". "Gimana kalo nanti malam
setelah meeting redaksi", katanya.
Saya setuju. So... the moment
came... Selepas meeting, kami ke ruangan dia sambil membawa perlengkapan
foto. "Mau dimana mbak...? Di studio aja ya, supaya nggak usah pasang
lighting lagi", tanya saya. Kebetulan di kantor kami ada sebuah ruangan
di sudut yang dijadikan studio foto.
"Boleh, yuk kita kesana...",
kata Sita sambil berjalan menuju studio. Sesampainya di studio saya
menyiapkan lampu dan perlengkapan lain, sementara itu saya melirik dia
mulai buka kerudung, atasan dan celana panjangnya. Setelah ngelepas bra
dan CD, Sita diam sebentar.. mikir kayaknya, "Jadi nggak ya..., nggak
deh, nggak jadi aja..." katanya.
Saya nggak coba bujuk cuma bilang "Ya udah...., kalo memang belum siap sih lain kali aja, atau memang dibatalkan aja".
Sita
diam sejenak terus dia pake lagi bra dan CDnya. Saya sih tidak masalah,
bisa melihat tubuh telanjang Sita saja sudah anugerah besar. Ternyata
dibalik kerudungnya selama ini tubuhnya masih sangat menarik.
"Ya sudah mbak, kalo gitu saya pulang aja ya...", saya pamit pada Sita.
Eh
tapi ternyata dia malah merasa nggak enak,"ng.... sorry...aku nggak
enak sama kamu karena udah janji..." katanya. "Sebenarnya aku nggak apa -
apa kok... cuma malu aja telanjang didepan kamu, apalagi biasanya aku
pake kerudung".
Akhirnya bra dan CD yang udah kembali dipake dia
buka lagi. "Tapi ... janji nggak kelihatan mukanya ya..." pinta Sita.
"Iya deh mbak, saya janji ...", saya jawab sekenanya karena hati saya
berdegup keras melihat tubuhnya yang telanjang itu
Akhirnya
pemotretan jadi dilakukan. Awalnya cuma beberapa jepretan, saya coba
arahkan dia untuk berpose "Mbak, tangan kirinya diangkat kebelakang
kepala... oke bagus....trus kakinya dibuka sedikit...". Sita menurut
semua arahan saya, sampai akhirnya dia mau juga difoto seluruhnya dan
tampak muka. "Mbak... udah bagus posenya, difoto seluruh badan ya... oke
sekarang mukanya menghadap kamera..."
Saya sudah lupa sama janji
pada Sita untuk tidak memperlihatkan mukanya tapi dia sendiri kemudian
bilang, "Yah... keliatan deh mukanya, tapi udah kepalang deh... terusin
aja... nggak apa-apa kok. Tapi awas kalo nggak bagus...".
Malah
akhirnya dia mau difoto abis – abisan dan saya coba tanya apakah Sita
mau berpose ‘hardcore’, "Kalo posisi ML mau kan ya mbak...". Sita agak
kaget, "Sama siapa ... emang ada siapa lagi diluar...kalo sama kamu
nanti siapa yang motret". "ya sama saya tentunya mbak, abis sama siapa
lagi... mau saya panggilkan Ucup", saya sebut nama office boy kantor.
"Gila
ah... nggak mau kalo sama dia...mending sama kamu...", Sita protes.
"Iya deh mbak...nanti saya pake tripod, timer dan remote...jadi bisa
ditinggal. Cuma meskipun nggak sampe 'keluar' tapi ‘masukinnya’ beneran
ya supaya kelihatan natural", saya berkilah (terus terang ini pertama
kalinya buat saya, sama pacar sendiri aja belum pernah)
"Iya
deh...tapi kalo udah nggak tahan cepet keluarin di luar ya", kata Sita.
"Mudah - mudahan lho, soalnya saya belum pernah nih...", saya berterus
terang. "Wah... aku merawanin kamu dong ...", kata Sita lagi. Saya set
kamera saya dan mendekati Sita.
Vaginanya sudah basah sewaktu
saya coba pegang, "Udah basah kok...jadi nggak akan sakit", Sita
meyakinkan saya. Saya buka retsleting membuka celana dan mengeluarkan
penis yang sedari tadi sudah tegang. Akhirnya penis saya masuk juga ke
dalam vaginanya. Terasa nikmat sekali, sambil menggoyangkan pinggul Sita
mendesah lirih. Kami melakukannya sambil setiap kali saya nyalakan
remote untuk mengambil gambar kami.
Setelah berganti beberapa
posisi, mengambil puluhan foto dan memory saya habis pemotretan kami
akhiri... tapi kenikmatan yang saya rasakan tidak mau saya lewatkan
begitu saja. Kami terus bergoyang sampai akhirnya penis saya akan
mengeluarkan sperma... Buru - buru saya mau cabut dan tapi dia tahan
"jangan sekarang... aku lagi .... terusin dulu...", pinta Sita sambil
mencengkeram pantat saya. Akhirnya saya nggak bisa tahan lagi, penis
saya berdenyut - denyut dan pancaran sperma ke dalam vaginanya.
"Gila
enak banget mbak Sita ...", saya kecup bibirnya, dia cuma diam
sepertinya malu dan bersalah banget... saya juga jadi ikut ngerasa
salah... "Maaf ya mbak...mustinya nggak sampe keterusan...", saya
meminta maaf
"Nggak apa - apa... aku juga yang nggak bisa
nahan...", Sita berkata lirih. "Sini aku bersihkan dulu penis kamu...",
Sita mengambil tissue dan menjilati seluruh penis saya. Setelah itu dia
mengelap dengan tissue,"Kalo nggak dibersihin dulu nanti jadi lengket,
kasihan kamu kan pulangnya jauh.."
Akhirnya saya memakai kembali
celana, kemudian mengambil kamera dan mengeluarkan memorynya. Sita masih
telanjang dengan posisi terlentang di karpet, sementara kedua kakinya
terbuka lebar.
"Mbak, saya ambil memory satu lagi ya...nanti
sambil pake bajunya saya foto lagi", saya bergegas ke meja saya untuk
mengambil memory cadangan. Tapi sewaktu akan kembali ke studio, saya
merasa ingin kencing, sehingga saya mampir dulu ke toilet. Sewaktu
kembali saya melihat pintu studio masih terbuka (saya lupa
menutupnya...) dan saya intip ternyata Sita masih dalam posisi yang sama
dan memejamkan matanya menikmati apa yang baru terjadi.
Saya
mengambil beberapa foto termasuk close up vaginanya yang melelehkan
sperma saya, lalu keluar dari studio membiarkan dia beristirhat. Sewaktu
keluar saya melihat si Ucup sedang membersihkan ruangan. "Cup...kamu
jangan masuk studio dulu ya", saya memberitahu Ucup. "Kenapa pak, emang
Bu Sita masih di situ...", tanya Ucup polos. "Lho kok kamu tahu tadi
ngintip ya...",saya agak kaget mendengannya. "Tadi waktu bapak keluar
dari studio dan ke toilet, saya sempat masuk kedalam mau membersihkan
tapi saya lihat Bu Sita lagi telanjang disitu ya saya keluar lagi, tapi
sebelumnya saya sempat pegang tetek dan itunya, Bu Sita cuma
mendesah...", kata Ucup
"Ibu Sita lihat kamu...",tanya saya.
"Kayaknya sih nggak soalnya merem dan nggak bergerak lagi", jawabnya.
"Yah sudah... ini duit 50 ribu, kamu jangan bilang siapa-siapa ya",
perintah saya. "Oke boss...tapi kalo boleh saya berkomentar, body Ibu
Sita bagus banget ya pak...kalo saya punya istri kayak dia pasti tiap
hari udah saya kerjain, wong begitu saja saya udah basah kok", Ucup
berkomentar sambil cengar-cengir. "Yah sudah, kamu pulang aja...besok
datang agak pagi buat terusin bersih-bersih".
Sita saya
bangunkan, dan sambil memakai baju saya terus mengambil foto. Setelah
selesai Sita bilang,"Aku bisa difoto dengan pakaian lengkap begini dong,
yang cantik ya... tapi setidaknya aku pernah punya "foto nude" , meski
cuma sekali... ". Aku mengambil sekitar 30 foto Sita dengan mengenakan
jilbab. Menurutku dia malah lebih terlihat menarik dengan pakaian
seperti itu.
Setelah itu kami pulang, Sita menganggap hal itu
seperti tidak pernah terjadi. Malah foto - foto itu nggak pernah dia
tanyain apalagi dilihat... malu kali ya, padahal hubungan saya dengan
dia masih baik-baik...